Kamis, 26 April 2012

Mess Presiden Sukarno di Tanah Karo









Di Desa Laugumba, Kecamatan Berastagai Tanah Karo tepatnya di kawasan seluas 1,5 hektar, terdapat sebuah rumah semi permanen bercat putih, beratap seng berukuran 20×30 meter, dengan seluas taman yang ditumbuhi rerumputan hijau dan bunga-bunga. Tempatnya hening, jauh dari kebisingan. Angin berhembus sejuk hampir sepanjang waktu. Dan tahukah Anda bahwa di tempat itulah Soekarno, sang pelopor kemerdekaan dengan kedua tokoh penting itu pernah diasingkan semasa Belanda melancarkan Agresi Militer yang kedua, pada 1948.

Ir Soekarno yang juga digelari sebagai “purtra sang fajar” merupakan presiden pertama Republik Indonesia (RI), H Agus Salim yang merupakan perdana menteri pertama RI, serta Sutan Syahrir menteri luar negeri RI, ketiganya pernah menginap selama 12 hari di sana. Setelah itu dibawa ke Parapat selama tiga hari dengan alasan faktor keamanan.

Fakta apa saja yang terdapat seputar pengasingan ketiga tokoh yang dianggap ektrimis oleh Belanda itu? Banyak versi yang menjelaskannya. Dari situs resmi Yayasan Bung Karno, Cindy Adams dalam bukunya “Penyambung Lidah Rakyat Indonesia” (2001) menuliskan, “Berastagi berarti mengalami kehidupan Bengkulu lagi. Hanya saja, ada beberapa perbedaan. Satu: mereka tidak menamakan pengasingan. Sekarang istilah ‘penjagaan untuk keselamatan’. Dua: ‘kami dijauhkan dari isteri kami’. Dan tiga: ‘kami berada di lingkungan kawat berduri dengan diawasi enam orang pakai senapan mondar-mandir secara bersambung.’”

Versi lain. Dari antara mereka yang ditangkap di Yogja (Yogyakata-red), sembilan orang ditunjuk untuk diiternir tanpa kriteria tertentu. Tidak mengherankan bahwa Soekarno dan Hatta termasuk kelompok ini. Akan tetapi Syahrir, sebagai anggota Dewan Penasehat mempunyai kedudukan yang kurang penting, juga termasuk di dalamnya. Dari para menteri mula-mula, hanya Agus Salim yang dipilih. Di samping itu, diasingkan lagi Ketua KNIP Assa’at, Sekretaris Negara Pringgodigdo, dan S Suriadarma.

Pada 23 Desember 1948 mereka naik pesawat terbang yang dikendalikan oleh seorang komandan yang ditetapkan baru boleh membuka surat perintah bersegel “sangat rahasia” kalau sudah di udara. Kemudian waktu itu sang komandan tahu bahwa mereka harus pergi ke Pulau Bangka. Lalu ketika mendarat di ibukota Bangka, Pangkalpinang, Hatta bersama tiga orang tahanan lainnya disuruh meninggalkan pesawat. Mereka dipenjarakan di sana. Tiga orang yang masih tersisa, Soekarno, Syharir dan Agus Salim diterbangkan ke Medan. Dari sana mereka naik kendaraan ke Berastagi, sebuah kota di pegunungan kira-kira 60 kilometer dari Kota Medan.

Setelah ketiganya di Berastagi, tenyata di sana timbul masalah penjagaan, mereka bertiga lalu diasingkan ke tempat lain. Pada 1 Januari 1949 mereka dipindahkan ke Parapat, sebuah tempat liburan yang tidak jauh dari Berastagi. Di sana, mereka ditempatkan di sebuah rumah peristirahatan mewah yang lebih mudah dijaga. Demikian pula Lambert Giebels dalam bukunya “Soekarno Biografi 1901-1950” (2001) melukiskan peristiwa pengasingan Soekarno ke dari Berastagi ke Parapat.

Sedang, DR Asvi Warman Adam (sejarahwan LIPI) dalam keterangannya pada tahun 2005 menjelaskan, Bung Karno tak lama di Berastagi karena alasan keamanan. Tempat mereka menginap dianggap pihak Belanda tidak aman karena bisa diserang oleh Laskar Rakyat. Saat itu, Tanah Karo dikenal sebagai poros perjuangan rakyat Sumatra Utara untuk menegakkan kemerdekaan di Republik Indonesia. Mereka pun secepatnya dipindahkan ke Parapat (di pinggir Danau Toba) pada 1 Januari 1949. Dan pada 7 Februari, dari Parapat mereka dibawa ke Pulau Bangka. Mereka berkupul di sana. Lalu pada 6 Juli 1949 Bung Karno kembali ke Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar